Jumat, 23 Desember 2011

IMUNISASI PADA ANAK : APA, BAGAIMANA, dan MENGAPA ?

IMUNISASI PADA ANAK : APA, BAGAIMANA, dan MENGAPA ?

Dr. M Muchlis SpA - for "Room for Children" Group
Klinik Anak Rumkit Lanud Abdulrachman Saleh Malang
Klinik Anak RSIA Puri Bunda, Malang


 Imunisasi pada anak terutama pada 1 tahun pertama kehidupannya membuat seorang ibu harus ‘tega’ membawa anaknya ke dokter atau ke bidan untuk disuntikkan vaksin hampir setiap bulannya. Memang kebanyakan vaksin diberikan dalam bentuk suntikan, hanya vaksin polio yang tersedia dalam bentuk tetesan per oral dan vaksin tiphoid oral yang berupa tablet. Seorang ibu ketika membawa anaknya untuk divaksin, sering dihinggapi kekhawatiran  apakah anaknya akan demam atau rewel sesudah disuntikkan vaksin. Nyatanya hanya 1-2 vaksin saja yang dapat menyebabkan demam. Belum lagi para ibu sempat khawatir dengan kabar bahwa vaksinasi akan menyebabkan autisme.

Apa yang dimaksud dengan imunisasi dan apa bedanya dengan vaksinasi ?
Imunisasi  arti sesungguhnya adalah  pemindahan atau transfer antibodi (imunoglobulin) secara pasif. Sementara vaksinasi adalah pemberian vaksin atau antigen (kuman atau bagian kuman yang dilemahkan) yang dapat merangsang pembentukan imunitas (antibodi) di dalam tubuh. Vaksinasi diartikan juga sebagai imunisasi aktif. Tapi untuk kepentingan praktis sehari-hari dipakai istilah imunisasi untuk ke 2 hal tersebut tadi.

Kenapa anak harus diimunisasi ?
Anak harus dimunisasi karena imunisasi bertujuan mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seorang anak, menghilangkan penyakit tertentu pada sekelompok masyarakat dan menghilangkan penyakit tertentu dari dunia.. Keberhasilan imunisasi mampu menekan angka kejadian penyakit yang berbahaya (fatal) dan banyak mengenai anak seperti Difteri, Tetanus, Hepatisis B, Polio, Campak dsb. Boleh dikata sekarang ini  semakin jarang kita mendengar anak dengan penyakit-penyakit tersebut.
Salah satu keberhasilan besar imunisasi  di dunia adalah mampu mengenyahkan penyakit cacar dari muka bumi.

Ada berapa jenis vaksin yang sering dipakai ?
Vaksin yang digunakan dalam program imunisasi wajib atau yang dianjurkan dibagi atas 4 golongan vaksin : vaksin hidup (live attenuated), vaksin yang tidak aktif (inactivated), vaksin toxoid  dan vaksin  rekombinan.
Vaksin hidup : berisi virus atau bakteri yang dilemahkan, dibuat di lab dengan memodifikasi kuman penyebab penyakit. Kuman yang dilemahkan tersebut masih bisa berkembang (bereplikasi) dan menimbulkan kekebalan tapi tidak membuat sakit seseorang. Contoh vaksin yang berisi virus hidup adalah vaksin polio dan MMR. Vaksin yang berisi bakteri hidup contohnya vaksin BCG, campak dan vaksin tifoid oral (vivotif).
Vaksin yang tidak aktif (inactivated) berisikan virus atau bakteri yang dibuat tidak aktif, dapat terdiri dari seluruh komponen kuman atau sebagian komponen kuman. Contoh vaksin yang mengandung virus ‘mati’ : vaksin influenza, rabies, hepatitis A, hepatitis B. Sementara vaksin yang mengandung bakteri ‘mati’ ; vaksin pertusis (batuk rejan), HiB, kolera dan meningokokus.
Vaksin toksoid adalah vaksin yang dibuat dari racun (toksin) kuman yang dilemahkan, contohnya adalah vaksin untuk tetanus dan difteri.
Kemajuan iptek kedokteran memungkinkan vaksin dari hasil rekayasa genetika yang dikenal sebagai vaksin rekombinan seperti vaksin hepatitis B, tifoid dan rotavirus.
   Selain pembagian golongan vaksin berdasarkan isi vaksin tadi, vaksin yang ada juga bisa dibagi atas vaksin tunggal dan vaksin kombinasi. Vaksin tunggal berisi hanya 1 antigen/kuman yang dilemahkan, misal vaksin hepatitis B, vaksin campak dsb.   Sementara vaksin kombinasi (combo vaccine) berisi beberapa antigen/kuman yang dilemahkan, misal DPT yang dapat mencegah Difteri, Pertusis dan Tetanus. Bahkan belakangan ada kecenderungan untuk membuat vaksin kombinasi yang lebih banyak sampai 4 atau 5 antigen/kuman sehingga dengan 1 kali pemberian vaksin dapat mencegah 4 atau 5 penyakit sekaligus, contoh vaksin kombinasi seperti ini : vaksin  DPT yang digabung dengan hepatitis B atau HiB. Di Puskesmas sudah dikenalkan vaksin kombo yaitu vaksin DPT yang digabung dengan hepatitis B.

Apa saja yang mempengaruhi keberhasilan imunisasi ?
Ada 3 faktor yang mempengaruhi keberhasilan imunisasi : status imun anak, faktor genetik anak dan kualitas maupun kuantitas vaksin.
Yang terkait dengan status imun  anak : adanya antibodi yang diperoleh oleh ibu, adanya IgA pada kolustrum ASI yang mempengaruhi keefektifan vaksin polio, kematangan sistim imun neonatus (bayi < 30 hari) dan  anak dengan penyakit keganasan, penyakit defisiensi imun atau anak yang mendapat obat imunosupresan (obat penekan sistem kekebalan tubuh). Pada keaadaan terakhir, semuanya mengakibatkan tubuh tidak mampu membentuk antibodi yang dikehendaki, malah pemberian vaksin bisa memperberat penyakitnya.
Yang terkait dengan faktor genetik adalah kenyataan adanya respon seseorang yang baik, cukup atau rendah terhadap imunisasi yang diberikan.
Kualitas dan kuantitas vaksin terkait dengan cara pemberian vaksin, dosis, frekuensi, ajuvan (bahan tambahan) vaksin dan jenis vaksin itu sendiri (vaksin hidup umumnya lebih baik)

 Bagaimana cara pemberian vaksin pada anak ?
Pemberian vaksin pada anak umumnya dengan penyuntikan dalam otot atau intramuskular ( spt pada DPT, TT, hepatitis), penyuntikan bawah kulit  atau subkutan (spt campak, MMR), penyuntikan dalam kulit atau intrakutan seperti BCG, dengan diteteskan langsung ke mulut seperti  vaksin polio oral dan terakhir ada vaksin yang ditelan seperti vaksin tifoid oral.
Tempat suntikan adalah pada bagian atas paha depan sebelah luar (anterolateral) untuk anak dibawah 12 bulan, tapi pada yang lebih besar dapat diberikan di daerah lengan atas (daerah deltoid). Khusus vaksin BCG disuntikkan di daerah lengan atas pd bayi kurang dari 3 bulan.

Apa ada kontra indikasi imunisasi pada anak ?
Imunisasi merupakan kontra indikasi pada keadaan sebagai berikut : adanya reaksi anafilaksis (reaksi alergi yang berlebihan) karena vaksin atau bahan tambahannya, anak yang sakit sedang maupun berat dengan atau tanpa demam, anak dengan HIV positif dan penyakit penurunan kekebalan lainnya. Imunisasi juga kontra indikasi pada anak dengan gangguan imunologik, dalam pengobatan kortikosteroid atau mendapat obat imunosupresan.
Jadi pada anak yang hanya batuk pilek ringan dan anak tidak demam serta tidak rewel dapat saja diberikan imunisasi.

Ada anak yang habis dimunisasi lalu demam, apakah ini efek samping vaksin ?
Untuk berbagai keadaan yang terjadi setelah anak diberi vaksin digunakan isitilah KIPI atau Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi. Jadi yang paling sering adalah reaksi lokal pada bekas tempat suntikan seperti bengkak atau kemerahan, anak yang rewel dan demam. Apa yang terjadi itu merupakan evaluasi untuk vaksinasi berikutnya. Selain itu orang tua diberikan penerangan yang secukupnya tentang keadaan tersebut, misal pada anak yang demam sehabis diimunisasi maka anak harus segera diberikan penurun demam (anti piretik). Pada imunisasi berikutnya, jangan menunggu demam, anak langsung diberi penurun demam sehabis divaksin. Bila demamnya membuat anak sampai kejang deman, maka untuk berikutnya diberikan sediaan vaksin lain yang tidak menimbulkan demam pasca imunisasi.

Apa semua vaksin membuat anak demam ?
Tidak semua vaksin membuat anak demam. Vaskin yang sering membuat demam adalah vaksin DPT terutama karena komponen P atau pertusisnya. Vaksin yang lain jarang menimbulkan demam atau kalaupun ada demamnya ringan-ringan saja. Vaksin campak agak ‘lucu’ karena demamnya dapat timbul justru setelah 2 atau 3 hari penyuntikan. Untuk antispasi mencegah anak rewel karena demam dan meredakan kepanikan orang tua, dokter menganjurkan pemberian obat penurun panas segera sesudah anak disuntik. Jangan menunda pemberian obat penurun panas menunggu anak demam. Karena umumnya demam sampai 2 hari, maka obat panas diberikan paling tidak sampai 2 hari.
Kembali pada vaksin DPT yang sering menimbulkan demam, bila orang tua menghendaki anaknya tidak demam sehabis disuntik, maka tersedia pilihan vaksin DPT impor yang tidak atau jarang sekali menimbulkan demam (di Indonesia yang beredar Infanrix dan Tripacel). Sayang harganya realtif mahal karena vaksin tersebut belum dapat diproduksi di dalam negeri, jadi harus diimpor.


Mengapa ada vaksin yang cukup diberikan 1 kali, tapi ada juga yang berkali-kali ? Ada yang diberikan sejak usia kurang 1 bulan, tapi ada juga yang setelah usia 9 bulan bahkan ada yang setelah usia 2 tahun, apa penjelasannya ?
Vaksin yang ada memang demikian. Jadi berdasar penelitian para ahli : ada vaksin yang diberikan 1 kali saja sudah cukup memberikan kekebalan, tetapi ada juga yang butuh beberapa kali baru memberikan perlindungan yang memadai.
Pada anak dibawah 1 tahun akan sering mendapat imunisasi hampir tiap bulannya, diantara vaksin tersebut ada yang diberikan lebih dari 1 kali seperti hepatitis B, DPT dan polio. Hal ini karena untuk penyakit tersebut, vaksinasi 1 atau 2 kali saja tidak cukup antibodi yang terbentuk untuk memberikan perlindungan.
Imunisasi pada anak usia < 1 tahun merupakan imunisasi dasar, jadi harus lengkap terpenuhi. Bahkan pada imunisasi DPT, masih memerlukan tambahan atau booster (penguat) pada usia diatas 1 tahun, usia 6 tahun dan usia sekitar 12 tahun. Lagi lagi dasarnya adalah penelitian para ahli yang mendapatkan kadar antibodi mulai berkurang pada usia-usia tersebut.
Memang cukup ‘merepotkan’ bagi ibu-ibu muda yang baru mempunyai bayi, karena harus bersiap berulangkali membawa si kecil ke dokter, BKIA atau posyandu. Pada saat sekarang dan ke depan,  kerepotan itu nampaknya akan berkurang dengan adanya vaksin kombinasi (vaksin kombo, combined vaccine) karena sekali suntik dapat untuk pencegahan 4 sampai 5 penyakit.
Mengenai jadwal vaksin yang tidak sama dapat dijelaskan sebagai berikut : pada vaksin seperti hepatitis B dan polio diberikan sejak usia kurang dari 1 bulan, dikarenakan untuk vaksin tersebut bayi sudah mampu membentuk antibodinya. Tapi ada vaksin yang baru dapat menghasilkan antibodi yang cukup setelah usia yang lebih tua. Selain itu pertimbangan masih adanya antibodi dari ibu seperti pada campak, sehingga vaksin campak diberikan mulai usia 9 bulan karena kadar antibodi dari ibu sudah mulai berkurang. Hal lain dengan mempertimbangkan angka kejadian penyakit tersering pada kelompok umur anak. Anak usia diatas 2 tahun sudah mengenal jajan dan beresiko tinggi terkena demam tiphoid (tifus), maka pemberian vaksin tifoid mulai diberikan setelah usia anak 2 tahun.
Mengenai jadwal vaksin dapat dilihat pada postingan lainnya  dimana termuat jadwal Imunisasi terbaru tahun 2011 beserta penjelasannya,  sesuai dengan rekomendasi terbaru Satgas Imunisasi PP IDAI.

Apa masih ada  vaksin  yang diwajibkan dan,yang dianjurkan ?
Sudah tidak ada lagi !  Satgas Imunisasi IDAI pada tahun 2010 sudah tidak lagi menggunakan istilah tersebut. Semua imunisasi adalah penting. Hanya saja vaksin yang ada di Indonesia tidak semuanya mendapat bantuan (subsidi) dari pemerintah, vaksin2 yang mendapat bantuan (subsidi) bisa diperoleh di pelayanan kesehatan masyarakat secara gratis atau dapat juga di tempat praktek dokter dengan harga yang ekonomis.
Vaksin yang dibantu pembiayaan produksinya oleh pemerintah sementara ini adalah vaksin2 untuk mencegah penyakit berat tertentu pada anak yang  sering terjadi. Di Indonesia vaksin tsb itu antara lain : BCG, DPT/DT/TT, Polio, Hepatitis B dan Campak. Program pengembangan imunisasi di Indonesia menitik beratkan pada imunisasi tersebut yang diharapkan menjangkau seluruh anak di wilayah Indonesia, karenanya peran Puskesmas dan Posyandu yang tersebar di seluruh Indonesia sangat penting.
Imunisasi lainnya yang sampai sekarang masih dibaiayai secara mandiri oleh keluarga pasien antara lain : HiB, MMR (measles, mumps, rubella), Hepatitis A, Tiphoid, Cacar air (varisela), Influenza, Pneumokokus dan HPV dan vaksin Rotavirus. Umumnya vaksin yang dianjurkan semuanya produk impor atau lisensi produsen vaksin di luar negeri., karenanya vaksin-vaksin tersebut mempunyai merek dagang yang bermacam-macam. Untuk MMR nama dagangnya Trimovax dan MMR MSD, nama dagang HiB : Act Hib danHiberix, vaksin hepatistis A nama dagangnya Avaxim dan Havrix, nama dagang vaksin tiphoid : Typhi-Vi ,Typheri dan Typhim,  nama dagang vaksin cacar air adalah Varilrix atau Okavax, vaksin influenza namanyaVaxigrip dan nama dagang vaksin pneumokokus adalah Prevenar. Belakangan sdh ada  vaksin kombinasi 4 sampai 5 macam vaksin dalam  suntikan, yg gabungan DPaT dan HiB nama dagangnya Infanrix HiB, yg gabungan DPaT dengan HiB dan Polio, nama dagangnya Pediacel. Vaksin terbaru yang sudah direkomendaasikan olh satgas imunisasi IDAI adalah vaksin HPV ( Human Papiloma Virus) untuk mencegah kanker leher rahim, nama dagangnya Cevarix. Karena semuanya produk impor harganya menjadi 'relatif' mahal. Belakangan baru saja diedarkan vaksin Rotavirus untuk mencegah diare yg berat akibat infeksi rotavirus pada bayi (terutama dibawah 6 bulan) dengan nama dagang Rotarix dan Rotateq , vaksin yg terkahir ini sudah masuk dalam jadwal Imunisasi terbaru IDAI thn 2011.

Bagaimana mengenai "isyu" halal-haram vaksin ?
Ini memamg masih menjadi hal yg sering dipertanyakan pada sebagian kecil kalangan tapi cukup vokal dlm mengkampanyekan gerakan anti imunisasi.Yang harus difahami adalah substansi yg dikategorikan haram itu adalah enzymnya (trypsin dari hewan babi) yang dipakai dlm awal rangkaian proses produksi dan pada produk akhir tdk ada kandungan substansi tsb lagi, jg sdh tdk bersentuhan dgn susbstansi tsb. Waktu Kongres Ilmu Kesehatan Anak Juli 2011 di Manado, Prof DR Dr Burhan Hidayat dari Surabaya menyatakan dlm kehidupan sehari hari kitapun terpaksa mengkonsumsi sesuatu yg blm seratus persen terbebas dari bahan yang haram, katakanlah dmkn. Beliau memberi contoh penggunaan air PAM di kota besar, sumber airnya adalah sungai yg mengalir di kota tsb yg sdh tercemar berbagai polutan dan kotoran, tdk tertutup kemungkinan ada najis/bahan haram tsb. Tetapi PAM memproses air sedemikian rupa shg air tsb jadi layak kita konsumsi. Apakah ada jaminan air yang kita minum terbebas dari proses yg bersentuhan dgn benda najis/haram?

Lalu adakah fatwa ulama mengenai hal ini ?
Ada !
MUI sdh memberikan fatwa masalah ini thn 2002 dan 2005. Fatwa tsb dikeluarkan dgn memperhatikan kaidah agama sbb :
  1. Tdk dibolehkan membahayakan diri sendiri dan membahayakan org lain (La dharara wala dhirara).
  2.  Kaidah fiqhiyah : bahaya hrs dihilangkan (Adh dharar yuzal).
  3.  Kaidah fiqyah : bahaya harus dicegah sedapat mungkin (Adh-Dharar yudfa'u biqadril imkan).
  4. Kaidah fiqyah : dimana sj terdapat kemaslahatan disana trdpt hukum Allah SWT (Ainama wujudat al mashlahah fatsamma hukmullah),
  5. Kaidah fiqyah : keperluan dapat menduduki posisi darurat (al hajh qad tanzilhu manzilah adh dharurah).

Isi keputusan fatwa MUI tsb :
1. Pemberian vaksin IVP (vaksin polio suntik) kepada anak2 yg sedang menderita immunokopromais (gangguan sistim imun tubuh) pada saat ini
dibolehkan, sepanjang belum ada IPV jenis lain yang suci dan halal.
2. Imunisasi dgn pemberian vaksin OPV (vaksin polio oral) kepada seluruh balita pada saat inidibolehkan sepanjang belum ada OPV jenis lain yg diproduksi dgn menggunakan media dan proses yang sesuai dgn syariat Islam. Dari fatwa ini jg direkomendasikan agar pemerintah bersama WHO dan negara2 Islam atau berpenduduk muslim mengupayakan secara maksimal utk memproduksi vaksin yg sesuai dengan syariat Islam (yang halal secara  syariat).

Sekarang semuanya sdh jelas, agamawan sdh menyatakan dmkn, kita sbg umat sdh diberikan panduan yg jelas. Kedepan kita berharap dpt solusi yg terbaik dalam menghadapi masalah ini. Semoga para ilmuwan, khususnya ilmuwan muslim memperoleh kemajuan dlm riset pembuatan vaksin yg terbebas dari bahan yg dikategorikan haram

Terakhir, hal-hal lain apa yang sebaiknya orang tua tahu tentang imunisasi ?
Beberapa hal yang sebaiknya diketahui para orang tua.
  • Jadwal vaksin bisa berubah-ubah sesuai rujukan masing-masing negara serta pertimbangan epidemiologi penyakit.
  • Imunisasi yang didapat sewaktu balita, harus diperkuat dengan imunisasi pada usia anak sekolah (terkenal dengan program Bulan Imunisasi Anak Sekolah atau BIAS ).
  • Bayi atau anak yang sedang batuk-pilek boleh diimunisasi asal gejalanya ringan, anak tidak rewel dan tidak demam.
  • Anak yang mendapat pengobatan prednison, imunisasi ditunda setelah 1 bulan pengobatan.
  • Imunisasi bayi prematur ditunda sampai berat badannya mencapai 2 kg.
  • Pada anak yang diberi vaksin tetes polio, bisa langsung diberi ASI kecuali pada bayi usia kurang 1minggu. ASI diberikan 2 jam sebelum atau sesudahnya.
  • Anak yang sudah divaksinasi masih bisa mendapat penyakit tetapi gejalanya lebih ringan dan tanpa komplikasi.
  • Bayi yang memuntahkan vaksin polio tetes, berikan lagi kalau muntah sebelum 10 menit.
  • Tidak ada imunisasi yang ‘hangus’, kalau anak tidak teratur jadwal imunisasinya, maka segera harus dilengkapi tanpa perlu mengulang dari awal.
  • Anak dapat diberikan beberapa jenis vaksin sekaligus, asal dilakukan di tempat yang berbeda.
  • Anak yang alergi telur jangan diberikan vaksin influenza, karena pada vaksin tsb ada komponen telur di dalam isi vaksin sebgai ajuvan.
  • Sampai saat sekarang belum ada bukti  bahwa imunisasi (khususnya MMR) menyebabkan autisme.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar