Jumat, 04 November 2011

Sentuhan Hati



Cinta, Ada Batas dan Rambu-Rambunya

Pengalaman hidup, terutama dalam berumah-tangga, telah membuktikan
bahwa keterbukaan yang berlebih-an antarsesama, terutama antarsuami-istri,
merupakan sesuatu yang tidak terpuji. Apalagi bila terjadi benturan perasaan antara
suami-istri. Ada anggapan bahwa antar-orang yang saling mencinta tidak akan terjadi
saling mencela. Padahal, seorang suami atau istri pasti memiliki kepribadian tersendiri
yang dibanggakan. Banyak perselisihan bermula dari perasaan bersalah bila melampaui
batas-batas kesopanan. Tetapi, bila perasaan ini sudah hilang, maka perselisihan
akan semakin keras menjurus kasar, sehingga untuk mengembalikan ke kondisi
semula memperlukan waktu. Yang terbaik di antara mereka adalah yang memulai
meredam kema-rahannya demi kemaslahatan masa depan keluarga. Hal ini dapat
dilakukan dengan diam dan tidak memperturut-kan gejolak emosi serta
mengalihkannya pada aktivitas lain, misalnya melakukan pekerjaan rumah, membaca
Al-Qur'an, membaca buku-buku Sirah, atau berwudhu dan sholat.


Wahai muslimah, ketika engkau marah, jangan segera meninggalkan rumah,
sebab hal itu pasti akan memperuncing masalah. Memang, banyak keluhan para istri
yang disebabkan oleh sikap suaminya. Di antara-nya, suami kalau pulang sudah larut
malam sementara anak-anaknya sudah terlelap tidur, padahal sepanjang malam ibunya
telah menjanjikan bahwa ayahnya segera datang. Apalagi kalau suaminya semalaman
begadang di nightclub, warung kopi, atau tempat-tempat lain. Hal ini pun diketahui
oleh istrinya sehingga membuat hati dan perasaannya kesal, tetapi ia takut
mengeluarkan kata-kata yang dapat merusak masa depan keluarga. Akhirnya,
hidupnya semakin terasa kering dan beku. Hal ini diperparah ketika sang istri
menyaksikan seba-gian tetangganya tidak seperti yang ia alami, suami mereka sudah
Kiat Memikat Objek Dakwah
www.dakwah.info 116
berada di tengah-tengah keluarga sejak sore. Inilah sesungguhnya kebahagiaan yang
didambakan seorang istri.


Barangkali ada sebagian istri yang termasuk tipe pertama, menahan amarah
dengan menampakkan muka cemberut kepada suami. Sikapnya akan tetap seperti itu
setiap kali melihat tingkah suaminya. Sementara suaminya tetap tidak melayani sikap
seperti itu ketika pulang ke rumah. Inilah awal kedamaian. Betapa indahnya, bila sang
istri menunda keluhan dan masalahnya sampai suami istirahat. Menatap dengan penuh
senyum dan lapang dada dalam menghadapi kesedihan. Mengena-kan pakaian yang
terbaik dan mempersiapkan anak- anaknya untuk menyambut ayahnya dengan
melantun-kan nasyid, "Ayah telah datang... datang pukul enam... naik kendaraan...
tidak jalan kaki... naik sepeda..." dan Iain-lain.


Seorang istri harus memahami tugasnya dengan baik, sebab ini adalah langkah
awal untuk membenahi diri suami dan anak-anaknya. Ia juga harus menatap masa
depan dengan penuh optimisme. Ini akan dapat mem-bantunya dalam mengemban
beban dengan hati lapang dan jiwa yang tenang. Setiap suami-istri harus mengemban
tanggung jawabnya masing-masing, tidak boleh merasa hanya punya hak tetapi tidak
punya kewajiban.


"Bila tampak kesalahan pada saudaramu
Maka ampunilah kesalahannya"


Di antara rahmat Allah kepada para istri, menjadikan sebagian acara keluarga
yang menyenangkan sebagai sarana untuk menghilangkan ketegangan dan menghapus
pertengkaran. Seperti juga bila sering terjadi perteng-karan antara suami-istri
kerana suatu sebab, kemudian Allah memberi cobaan sakit ringan kepada salah
seorang di antara mereka. Maka pada saat itulah perasaan segera tergerak untuk
menyelamatkan kondisi ini. Sehingga perasaan marah akan segera padam dalam
waktu relatif singkat, sebelum tergoda oleh bisikan-bisikan lain dari setan.
Demikianlah, senantiasa dianjurkan untuk mengeta-hui risalah pernikahan
agar tidak terjadi benturan-benturan perasaan.

"Kutipan dari seorang tokoh Syaikh Abbas Hasan As-Siisi,"